Beranda > Kabar Terkini > Logika Dangkal Seorang 'Kyai NU' Menentang Kyai Anti-Pancasila

Logika Dangkal Seorang 'Kyai NU' Menentang Kyai Anti-Pancasila

Beberapa hari lalu, muncul isu berita yang lumayan menyita perhatian penikmat berita di Indonesia, di tengah gegap gempitanya Kasus KPK-Anggodo, Kasus Susno-Antasari, dan Kasus Century. Berita yang penulis maksud adalah kasus munculnya sebuah Masjid dan Kyai Anti Pancasila di Madura.

Asal mula munculnya isu tentang Kyai dan Masjid Anti Pancasila berawal dari informasi berita yang pertama kali diposting oleh Muslimdaily.net dalam rubrik Artikel dengan judul Masjid Anti Pancasila di Madura. Berita keberadaan sebuah masjid yang diasuh seorang kyai Anti-Pancasila yang pertama kalinya dirilis oleh Muslimdaily.net tersebut, kemudian dikutip oleh beberapa media online terkemuka di Indonesia (antara lain Detik.com) beberapa hari kemudian. Mulailah kemudian polemik muncul di tengah masyarakat setelah fakta tersebut muncul.

Dalam informasi yang ditampilkan Muslimdaily.net, ditampilkan foto sosok KH. Achmad Munib yang sudah sepuh namun terlihat tetap teguh. KH. Achmad Munib dikabarkan keluar dari ‘persembunyiannya’ untuk menghadiri acara tabligh akbar yang menghadirkan Ustadz Abu Bakar Ba’syir, Amir Jamaah Ansharut Tauhid. Keduanya sama sekali belum saling mengenal sebelumnya.

Sebelum pengajian (tabligh akbar) dimulai, KH. Achmad Munib ternyata memohon waktu untuk diberi kesempatakn menyampaikan sebuah pesan kepada para jamaah pengajian. Ternyata, sang kyai itu membacakan semacam ikrar atau pernyataan yang kembali menegaskan bahwa ia menolak Pancasila dan fahamnya.

Pernyataan yang dibacakan kyai tersebut bahkan dicetak dalam lembaran kertas yang dibagi-bagikan kepada jamaah pengajian. Isi selebaran tersebut berisi mengenai pengingkaran terhadap hukum-hukum yang dibuat oleh Pancasila. Salah satu isinya menyatakan bahwa Pancasila itu kafir. Pancasila itu sama dengan hukum Fir’aun.

Yang lebih menarik lagi, Kyai Achmad Munib yang memiliki banyak santri itu, tinggal di sebuah komplek rumah yang berada satu area atau komplek dengan masjid besar. Nama masjid itu adalah Masjid Anti Pancasila. Sejak Pancasila dijadikan sebagai dasar negara RI, kyai yang telah berumur lebih dari 80 tahun itu selalu istiqomah menolak dan berlepas diri dari Pancasila. Ia pun menutup diri dari para tetangganya yang masih berpartai dan beliau anggap pendukung eksistensi Pancasila. Kepada mereka (para pendukung eksistensi Pancasila), kyai Achmad tidak memperbolehkan sholat di masjid komplek rumahnya itu. Kendatipun demikian, ia membuka selebar-lebarnya pintu masjid untuk aktivitas masyarakat secara umum dan terbuka. Para santri yang menuntut ilmu kepadanya mendatangi rumah KH. Achmad Munib. Dahulunya, di depan masjid ada sebuah logo bertuliskan “Anti Pancasila Kewajiban Kita Umat Islam”.

Di tengah munculnya berita tersebut, bermuncullah sekawanan ‘tokoh’ dimintai pendpatnya. Diantara yang menarik penulis adalah pendapat seorang ‘tokoh’ NU bernama Kyai Samsul Hadi yang penulis baca dari website GP ANSOR (www.gp-ansor.org). Di dalam website lembaga yang dipimpin oleh H. Syaifullah Yusuf (Gus Iful) tersebut ada sebuah berita berjudul ULAMA NU MINTA TINDAK KIAI ANTI PANCASILA, yang dikutip dari Tempointeraktif. Dalam isi beritanya disebutkan seorang kyai NU bernama Kyai Samsul Hadi meminta dan mendesak agar para Kyai se-Jatim segera menggelar rapat internal dan tabayyun untuk membahasnya.

“Saya mendesak para kiai se-Jatim agar segera menggelar rapat internal dan tabayyun untuk membahas masalah ini,” ujarnya mengutip dari GP-Ansor.

Masih dari sumber website yang sama, yang menampilkan Ulil Abshar (tokoh JIL) sebagai salah satu tokoh yang dipasang dalam polling calon Ketua Umum PBNU 2010-2015, Kyai Samsul yang juga merupakan Ketua Pengurus Cabang NU Kabupaten Probolinggo tersebut juga mengecam keras sikap KH. Achmad Munib, seorang ulama asal Desa Beluk Kenek, Kecamatan Ambunten, Sumenep, Madura, yang dengan terang dan nyata menyatakan diri Anti – Pancasila.

Kyai Samsul juga menyebut tindakan dan dakwah yang disampaikan oleh KH. Achmad Munib yang tidak setuju dengan Pancasila karena tidak sesuai dengan akidah Islam sebagai perilaku yang tidak masuk akal dan nyeleneh.

“Itu keinginan yang nyeleneh. Indonesia merdeka itu karena Pancasila. Makanya saya katakan kalau beliau ingin mendirikan negara Islam, itu sangat tidak masuk akal,” ujar Samsul Hadi yang ternyata dikenal sebagai ahli ilmu kanuragan itu.

Bahkan lebih tegas lagi, Kiai Samsul Hadi menandaskan, siapa pun orang yang tidak setuju dengan Pancasila, harus hengkang dari Indonesia. Karena asas negara Indonesia itu Pancasila.

Penulis melihat sikap yang dikemukakan oleh Kyai NU bernama Samsul Hadi tersebut lucu, aneh, dan justru tidak masuk akal serta terlihat kontradiksi dalam sebagian besar pendapatnya, jika saudara dan kawan-kawan telah membaca isi berita tersebut. Penulis menganggap lucu dan aneh terhadap rekasi dan sikap Kyai Samsul Hadi karena terlihat jelas letak-letak kontradiksinya. Penulis akan mencoba membahasnya satu persatu.

Pertama, pak Kyai Samsul Hadi menyebutkan bahwa Kyai Achmad Munib dan orang-orang lainnya yang menolak atau anti Pancasila harus keluar dari Indonesia karena Indonesia bukan negara Islam. Jika ingin membuat negara Islam, maka Kyai Achmad Munib dan orang-orang yang sependapat dengan beliau harus keluar dari Indonesia. Pak kyai Samsul Hadi juga menyatakan bahwa Indonesia adalah negara Pancasila.

Dalam hal ini, penulis justru memiliki sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada pak Kyai Samsul Hadi, Ketua PCNU Probolinggo. Satu, sebagai orang yang bergelar ‘kyai’, lebih-lebih menjabat sebagai seorang pimpinan atau ketua sebuah lembaga Islam, tentunya pak Samsul Hadi memahami Islam bahkan lebih dari penulis, seharusnya. Anehnya, sebagai seorang yang paham Islam ia justru menolak sesuatu yang diwajibkan oleh Allah SWT, rabbnya, dan Nabi Muhammad SAW, Nabi nya. Jika memang sudah tahu bahwa Indonesia bukan negara Islam, kenapa pak ‘kyai’ justru ikut mendukung eksistensi sebuah negara kafir itu dan menghardik serta mengusir seorang ulama yang lebih berilmu dan lebih tua darinya keluar dari Indonesia karena alasan sang ulama itu mendakwahkan formalisasi penegakan Syariat Islam atau Negara Islam (penulis menggunakan istilah negara kafir sebagai antonim dari negara Islam karena semua muslim pasti mengetahui bahwa lawan kata muslim adalah kafir_pen). Hal yang lucu menurut penulis, jika memang yang bersangkutan menyandang ‘gelar kyai’.

Kyai Achmad Munib

Lebih dari itu, kenapa pak kyai Samsul yang sudah tahu bahwa negara Indonesia bukan negara Islam tetapi justru membiarkannya saja sedangkan di dalam pelajaran-pelajaran Fiqih dan Syariat yang pernah ia pelajari, bahwa tegaknya sebuah daulah Islam atau syariat Islam adalah sarana yang paling efektif untuk menegakkan perintah-perintah Allah SWT khususnya bab Hudud yang diwajibkan oleh-Nya. Penulis hanya menggumam dalam hati,”Akalmu ditaruh dimana pak kyai?”

Kedua, jika memang pak Kyai pro Pancasila dan Indonesia, kenapa pak kyai angkat bicara dengan lantang dengan nada mencela kepada ulama sepuh KH. Achmad Munib yang memiliki keyakinan kuat atas apa yang beliau pegang sementara pak kyai diam saja melihat adanya Kota Injil Manokwari yang sudah bukan lagi pada tataran konsep atau ajaran tetapi sudah dilaksanakan? Jika melihat ‘gelar kyai’ yang melekat pada pak Samsul Hadi ini benar-benar meresap di hati, maka orang awam pun akan mempertanyakan sikap ketidakkonsistenan kyai Samsul Hadi. Dalam kesimpulan sementara Penulis, kyai Samsul Hadi sangat terlihat sekali inkonsistensinya dalam mengamalkan Pancasila itu sendiri. Jika memang kyai Samsul Hadi seorang Pancasilais, tentunya kyai Samsul juga harus menolak Kota Injil Manokwari. Dan terlebih sebagai seorang muslim, kyai Samsul seharusnya lebih menolaknya. Apakah jika umat Islam hendak menegakkan syariat Islam harus selalu ditolak karena alasan ‘menghormati’ kaum minoritas? Lantas ketika umat minoritas hendak menegakkan ajaran agama yang secara bersamaan melarang praktek ajaran agama lainnya diperbolehkan? Ingat pak kyai, bahwa di Manokwari jilbab, adzan, dan hal-hal berbau keislaman dilarang melalui perda.

Ketiga, kyai Samsul Hadi terlihat lebih merasa berwenang dan berhak untuk melarang ajaran KH. Achmad Munib sedangkan pemerintah dan MUI setempat tidak mempermasalahkannya. Hal itu bisa tersirat dari kalimat yang diucapkan oleh kyai Samsul Hadi, “Kalau masalah ini tidak segera diatasi, ini jelas bisa merusak dan meresahkan masarakat,” ujarnya sambil meminta pejabat pemerintah agar menindak KH. Achmad Munib.

Sikapnya yang merasa lebih berwenang sangat terlihat sekali. Sementara di sisi lainnya, Waka Polres Sumenep, Kompol Achmad Husin, menjelaskan, setiap warga negara harus punya ediologi sesuai dengan yang berlaku di negara Indonesia. Akan tetapi, keinginan untuk mendirikan negara Islam dan menyatakan anti Pancasila merupakan hak individu. Lebih jauh, ia pun mempersilakan KH. Achmad Munib dengan keyakikannya itu.

“Selama keinginan itu tidak berdampak pada warga dan tidak ada pengikutnya, biarkan saja,” kata Kompol Achmad Husin, sebagaimana dikutip dari detiksurabaya.com.

Di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dari yang tertinggi yaitu UUD 1945 sampai ke peraturan yang terendah, tidak diatur sama sekali kewenangan seorang kyai untuk mengusir atau melarang suatu ajaran yang tidak bertentangan dengan ajaran agama yang diakui di Indonesia. Nah, pak kyai Samsul ini justru merasa sok berwenang. Kalau menurut penulis, pak kyai Samsul Hadi akan memiliki kewenangan yang seperti itu jika pak kyai Samsul berada di sebuah negara Islam karena di dalam negara Isla, seorang ulama atau kyai memiliki nilai keistimewaan tersendiri. Tentunya terhadap kyai yang jelas dan bukan kyai yang selevel dengan kyai Slamet (sebutan bagi kerbau bule milik keraton Kasunanan Surakarta – Solo).

Kelima, pada kesempatan tersebut, pak kyai Samsul Huda juga menyebutkan bahwa, “Indonesia merdeka itu karena Pancasila. Makanya saya katakan kalau beliau ingin mendirikan negera Islam, itu sangat tidak masuk akal,” ujar Samsul Hadi.

Satu hal lagi yang perlu diluruskan dari pernyataan pak Samsul Hadi yang benar-benar tidak berdasar, adalah pernyataan bahwa Indonesia merdeka karena Pancasila. Dari sudut pandang logika manapun hal itu tidak masuk sama sekali dalam pandangan penulis. Dari sudut pandang historis, kemerdekaan Indonesia mungkin ada yang menyatakan karena pemberian atau hadiah dari Jepang mengingat adanya peran BPUPKI yang merupakan lembaga buatan Jepang. Sementara dari sudut pandang konstitusional, bahkan para pendiri Republik ini menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dan pemberian Allah SWT. Tanpa rahmat-Nya, mustahil bangsa Indonesia akan memperoleh kemerdekaannya. Penulis memiliki bukti tekstual mengenai ini. Bahkan anak-anak SD pun barangkali hafal dan lebih paham daripada penulis. Hal itu bisa dijumpai dalam pembukaan UUD 1945 yang tidak terpisahkan dari batang tubuhnya.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur ….(dst)”

Sebagai seorang kyai dan muslim, seharusnya kyai Samsul Hadi lebih faham bahwa kata-kata “kemerdekaan Indonesia adalah karena Pancasila” menurut penulis memiliki bobot kesyirikan tertentu karena meniadakan peran Allah SWT, sementara di dalam ilmu Tauhid dan Akidah, penulis dulu diajari sejak SD bahwa tidak sesuatu bakal terjadi kecuali atas izin dan kuasa Allah SWT. Sebuah kesalahan double yang dilakukan oleh pak kyai Samsul Hadi. Pertama dari sudut pandang keislaman, dan kedua dari sudut pandang kenegaraan.

Perlu diketahui, mengutip tulisan dari Sholahudin Wahid, bahwa Gus Sholah menyebutkan NU memerlukan waktu hampir 40 tahun untuk menyadari bahwa Pancasila dan Islam bukanlah sesuatu yang bertentangan, tetapi berkesesuaian. Pada 1945 NU yang tergabung dalam Partai Masyumi memperjuangkan Islam sebagai dasar negara, tetapi gagal. Piagam Jakarta yang merupakan kompromi (22 Juni 1945) akhirnya juga terpaksa dibatalkan (18 Agustus 1945). Setelah Munas Alim Ulama NU pada 1983 menyetujui Dokumen Hubungan Islam dan Pancasila, NU menyatakan NKRI berdasar Pancasila bentuk final, sama dengan TNI dan sejumlah partai kebangsaan. Artinya menurut penulis, awalnya pun NU menganggap bahwa Pancasila adalah sebuah dasar negara dimana Islam harus ditegakkan sebagai aturan syariat. Pancasila yang dipahami secara berbeda dengan Pancasila yang dipahami kaum pluralis sekarang ini kendatipun KH. Hasyim Asyari menolak konsep Khilafah ketika itu.

Lima hal yang penulis ajukan dalam ‘menelanjangi’ pernyataan kyai Samsul Hadi di atas kiranya cukup memberikan wacana agar kyai Samsul Hadi berintrospeksi atas kesalahnnya dalam berpikir dan menggunakan logika akal serta bisa lebih konsisten dalam bersikap. Lebih dari itu, penulis menduga bahwa sikap Anti – Pancasila yang diusung dan diyakini oleh KH. Achmad Munib bisa jadi dipicu ajaran Al Quran bahwa semua aturan atau hukum yang dibuat oleh manusia dengan meniadakan serta meninggalkan hukum-hukum Allah SWT akan tergolong sebagai seorang yang Kafir, Munafik, atau Fasik sebagaimana dapat dibaca di dalam surat al Baqarah. Adapun mengenai apa dan seperti apa Pancasila, maka tulisan mengenai hal itu telah panjang lebar ditulis dalam sebuah artikel berjudul: Kesaktian Pancasila, Makna dan Simbologi di Baliknya (klik di sini). Dan yang lebih penting saat ini, “Pancasila, Bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam” tulis Adian Husaini.

Ahmed Fikreatif

____________________________________________________

Baca Juga Tulisan Yang Berkaitan:

__________________________________________________________

Share This Post:

Bookmark and Share

Kategori:Kabar Terkini
  1. kYAI ABDUL GHANI
    Januari 15, 2010 pukul 12:13 pm

    Mudah- mudahan Allah memberikan rahmat Nya kepada kayi Ahmad Munif yang anti PANCAsila. saya ikut berjuang menyadarkan orang Nu bahwa Pancasila itu sesat dan menyesatkan. Jaddi kalau lembaga NU itu percaya pada pancasila berarti dai telah menyesatkan orangbanyak . Kami Kyai N U semadura akan berjuang sekuat tenaga menyadarkan Kyai-kyai Nu yang masih beragama Pancasila Mereka telah keluar dari agamanya Yaitu Islam dan mengantinya dengan Agama Hindu bermadzhab Pancasila. Mereka tidak percaya kepada kitab yang diturunkan Allah malah mereka mengimani kita sotasoma dan negara kertagama sebagai masdarul hukmiyah Agama pancasila. Kya Abd Ghani sumenep Bluto

  2. nyos
    April 29, 2010 pukul 4:27 pm

    tulisan ngawur!!! tai!! anjenggg!! kalian itu yang kafir!! kalian adalah setan berwujud manusia!!! enyahlah dari muka bumi ini!!! indonesia tidak butuh makhluq2 terkutuk seperti kalian

    • adi
      Mei 2, 2010 pukul 9:31 am

      anjingnya menggonggong …ga mau nerima realita yang ada…dasar budak2 setan.

  3. September 4, 2010 pukul 12:43 am

    Pak kiyai
    saya ingin bertanya sama jeng kyai
    apakah yang terkandung dalam pancasila itu sesat dan bertentangan dengan al quran?
    mohon jawabannya

  4. Kastuby
    Oktober 18, 2011 pukul 6:37 pm

    Kalo gax setuju dg lambang pancasila, pergi dari tanah indonesia. Dasar lo teroris,bikin resah masyarakat berkedok ijtihad. Rosul az bs hidup berdampingan dg orang yahudi, lo sok bawa2 islam. Dasar teroris hamba ******

    [****** = sunting]

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar